Wednesday, September 23, 2009

Di Suatu Lebaran

HARI raya Idul Fitri telah tiba. Sejak pagil-pagi sekali, semua orang sibuk mempersiapkan pesta menyambut lebaran. Kota Madinah dipenuhi dengan suasana gembira. Waktu pelaksanaan shalat Id semakin dekat saja. Tua-muda, dengan mengenakan pakaian terbaru mereka pergi menuju lapangan. Anak-anak turut beserta orangtua mereka, bermain dan bercanda di tempat yang agak jauh dari orang dewasa. Suasana di sekitar lapangan semakin semarak dengan aroma wewangian yang melenakan dari pakaian yang melambai-lambai serta saputangan yang berkibar-kibar ditimpa riuh-rendah suara anak-anak yang tiada henti.
Usai shalat Id anak-anak tampak sibuk mengucapkan selamat lebaran. Ketika Rasulullah hendak pulang, beliau melihat seorang bocah bertubuh kurus memakai baju compang-camping, duduk sendirian di salah satu sudut lapangan sembari melelehkan air mata.
Rasulullah berjalan menghampiri anak tersebut, dengan penuh kasih sayang mengusap pundaknya dan bertanya, "Mengapa menangis, Nak?" Si anak dengan marah menyingkirkan tangan Rasulullah dan berkata, "Tinggalkan aku sendiri! Aku sedang berdoa."
Rasulullah membelai rambut bocah itu dan dengan suara yang penuh kelembutan beliau bertanya kembali, "Katakan padaku, Nak! Apa yang terjadi padamu?" Bocah itu menyembunyikan wajah di antara kedua lututnya, lalu berkata," Ayahku terbunuh dalam peperang- an melawan Muhammad. Ibuku sudah kawin lagi dengan orang lain. Harta benda milikku dijarah orang. Aku hidup bersama dengan ibuku, tetapi suaminya yang baru telah mengusirku pergi. Hari ini semua anak-anak sebayaku
bercanda dan menari-nari dengan mengenakan pakaian barunya, tetapi diriku? Aku tidak punya makanan yang kumakan dan tidak pula atap yang melindungiku." Air mata rnulai menetes di mata Rasulullah. Tetapi eliau mencoba untuk tetap tersenyum sembari bertanya, "Jangan bersedih anakku! Aku juga kehilangan ayah dan ibu saat aku masih kecil." Si anak menengadahkan kepalanya dan menatap Rasulullah, ia segera mengenali wajah itu dan ia pun merasa sangat malu. Dengan nada penuh kasih Rasulullah berkata, " Jika aku menjadi ayahmu dan Aisyah menjadi ibumu, dan Fatimah saudaramu, apakah kamu akan merasa bahagia, anakku?" Si anak mengangguk, "Tentu." Rasulullah menggandeng tangan anak malang itu dan membawanya ke rumah. Beliau memanggil Aisyah, "Terimalah anak ini sebagai anakmu." Aisyah memandikan anak itu dengan tangannya sendiri dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Setelah memakaikan pakaian padanya, Aisyah berkata, "Sekarang pergilah Nak. Kamu bisa bermain dengan teman-temanmu, dan bila sudah kau rasa cukup, pulanglah." Si anak kembali ke lapangan seraya menari kegirang- an. Teman-teman sebayanya keheranan melihat per- ubahan yang tiba-tiba pada dirinya. Mereka menghampiri- nya dan menanyakan kisahnya. Si anak malang itu menceritakan semua detail peristiwa yang barusan di- alaminya bersama Nabi. Mendengar ceritanya, salah seorang temannya berkata dengan wajah cemberut, "Alangkah bahagianya hari ini bila ayah-ayah kita telah meninggal seperti ayahnya." []
(Hirak Har, Misykat)

Monday, September 21, 2009

Pernak Pernik Seputar Hari Raya

Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar

@Hari Raya Kedua?

Tanggal merah di kalender negara kita (Indonesia tercinta) untuk lebaran ‘Idul Fitri biasanya ada dua, yaitu tanggal 1 dan 2 Syawal. Biasanya ini pun terbawa sampai ke pembicaraan secara tak sadar, misalnya. “Aku ke rumah pamanku biasanya hari raya kedua.”
Nah saudariku, tahukah engkau bahwa hari raya umat muslim itu memang ada dua. Tapi bukan seperti di kalender nasional. Hari raya umat muslim adalah tanggal 1 Syawal dan tanggal 10 Dzulhijjah, dan dua hari raya ini adalah pengganti dari dua hari raya yang ada pada masa jahiliyyah (hari raya Nairuz dan Mahrajan) di kota Madinah. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Anas radhiyallahu ‘anhu yang mendengar beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Aku datang kepada kalian, sedangkan kalian memiliki dua hari raya yang menjadi ajang permainan kalian pada masa jahiliyyah. Dan sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik, yaitu hari raya ‘Idul Adh-ha dan ‘Idul Fithri.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Shahih)

@Mengangkat Tangan Saat Takbir

Shalat ‘Idul Fitri pada rakaat pertama dimulai dengan takbir sebanyak 7 kali dan rakaat kedua sebanyak 5 kali. Tentu biasanya kita mengangkat tangan setiap takbir tersebut.
Tahukah engkau saudariku, ternyata tidak terdapat hadits shahih yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan di setiap takbir tersebut. Yang ada adalah riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang mengangkat kedua tangannya setiap kali takbir. Seperti kita ketahui, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat bersemangat mengikuti sunnah Rasulullah.
Maka, barangsiapa yang berkeyakinan bahwa Ibnu ‘Umar tidak akan mengangkat tangan kecuali dengan ketetapan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia boleh mengangkat tangannya. Boleh juga bagi kita mengangkat tangan pada saat takbir dengan berlandaskan dalil umum bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan setiap kali takbir.

@Haid Saat Hari Raya?

Biasanya, para wanita sudah mulai menghitung-hitung dari awal Ramadhan, memperkirakan apakah dapat bersuka ria dan bersuka cita pada hari raya karena dapat mengikuti shalat ‘Idul Fithri.
Tahukah engkau saudariku, tidak perlu bersedih hati karena mendapatkan haidh saat hari raya. Karena kegembiraan itu dan kehadiranmu di tempat shalat ‘Id tidak terhalangi dengan hal yang sudah menjadi sunnatullah (ketetapan dari Allah). Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bahkan memerintahkan seluruh wanita untuk tetap pergi ke tempat shalat ‘Id, sebagaimana diceritakan oleh Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha,
“Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan kami pada dua hari raya untuk mengeluarkan gadis-gadis, wanita-wanita pingitan, dan wanita-wanita yang sedang haid (untuk mengikuti shalat ‘Id), tetapi wanita-wanita yang sedang haid tidak boleh masuk tempat shalat.” (HR. Bukhari)

@Halal Bi Halal

Acara Halal Bi Halal ini biasanya merupakan ajang pertemuan baik sanak kerabat, teman kantor atau yang lainnya yang maksudnya adalah saling memaafkan segala kesalahan yang telah lalu dari orang-orang yang ditemui pada saat itu.
Tahukah engkau saudariku, bermaaf-maafan tidaklah mesti dikhususkan pada saat hari raya ‘Idul Fithri. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya tidak pernah mengajarkan dan mengkhususkan untuk bermaaf-maafan saat sebelum dan sesudah puasa. Bahkan pada hari raya ini sebenarnya merupakan hari di mana kaum muslimin diberi keleluasaan untuk bersenang-senang dan menghibur diri setelah lelah beribadah, walaupun lebih utama berpaling dari itu. Sebagaimana dalam hadits yang diceritakan oleh istri tercinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika hari raya ‘Idul Adh-ha, terdapat dua orang anak perempuan yang menyanyikan nyanyian orang-orang Anshor ketika terjadi peperangan Bu’ats.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat itu masuk dan berbaring di atas tempat tidur seraya memalingkan wajahnya. Ayah istri tercinta Rasul dan merupakan orang yang paling dicintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masuk dan melihat anak-anak yang sedang bernyanyi itu pun seketika marah dan menghardik,
“Seruling setan ada di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam??!!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar itu menghadap Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan bersabda, “Biarkan mereka berdua.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu memiliki hari raya dan ini adalah hari raya kita.” (HR. Bukhari dan Muslim)
nyanyian di sini bukan nyanyian seperti yang ada sekarang ini. Yang diperbolehkan adalah nyanyian yang isi syairnya mengungkapkan berbagai hal yang menyangkut peperangan, keberanian dan dalam pelantunannya dapat membantu urusan agama. Dilantunkannya pun hanya boleh dengan rebana dan dinyanyikan oleh anak-anak kecil perempuan. Lihat saja reaksi spontan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ketika mendengar dan melihat ada dua anak menyanyi seperti itu. Berarti pada dasarnya, hal tersebut (menyanyi) memang terlarang kecuali yang telah dikecualikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu pada saat hari raya dan pada saat walimahan.

@Bersalam-Salaman

Maksud bersalam-salaman di sini bukan memberi salam “assalamu ‘alaikum”. Tapi bentuk EYD yang lebih tepat adalah berjabat tangan. Ini adalah konsekuensi yang ada jika mengikuti acara Halal Bi Halal, bahkan biasanya sampai ada acara cipika-cipiki (cium pipi kanan-cium pipi kiri). Yang lebih tidak menyenangkan dan membuat hati gundah gulana adalah jabat tangan itu tidak mesti dilakukan sesama jenis, tetapi juga dengan lawan jenis yang jelas-jelas bukan mahram.
Tahukah engkau saudariku, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melakukan sesuatu yang sangat penting, yaitu baiat, tidak pernah menyentuh wanita. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan secara keras masalah menyentuh perempuan secara sengaja dalam hadits berikut,
“Sungguh ditancapkannya kepala seseorang dengan jarum besi, itu masih lebih baik daripada dia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” (Hadits shahih, HR. Thabrani)

@Ziarah Kubur

Menurut pendapat yang paling rajih (kuat), ziarah kubur bagi wanita dibolehkan setelah sebelumnya dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tahukah engkau saudariku, waktu ziarah kubur ini tidak ditetapkan khusus pada saat sebelum berpuasa atau hanya pada saat ‘Id. Karena faidah yang sebenarnya ingin didapatkan dari seseorang berziarah kubur adalah mengingatkannya akan kematian. Maka ketika seseorang mengkhususkan waktu-waktu tersebut untuk berziarah dengan keyakinan bahwa itu merupakan bagian dari ibadah (bahkan merasa kurang jika tidak dikerjakan), maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Bahkan dapat membuat celah dibuatnya syariat baru, sehingga orang yang baru belajar Islam akan beranggapan bahwa ziarah kubur semacam itu memang memiliki waktu-waktu seperti yang sering terlihat. Padahal apa yang dilakukan banyak orang, belumlah tentu suatu kebenaran. Kebenaran adalah apa yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan untuk umat Islam.
Wallahu a’lam

Sunday, September 20, 2009

SELAMAT IDUL FITRI

Sejalan dengan berlalunya Ramadhan tahun ini
Kemenangan akan kita gapai
Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi
Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa
Dalam kesempatan hidup ada keluasan ilmu
Hidup ini indah jika segala karena ALLAH SWT
Kami sekeluarga menghaturkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H
Taqobalallahu minna wa minkum
Mohon maaf lahir dan bathin

ALLAHUMMA SHOLLI 'ALA SAYYIDINA WA MAULANA MUHAMMAD...

Saturday, September 19, 2009

Berhari Raya Sesuai Tuntunan Rasulullah

Tiap tanggal 1 Syawal kita berhari raya ‘Iedul Fitri. Wahai Saudariku, ketahuilah bahwa hari raya ini merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebut ‘Ied karena pada hari itu Allah memberikan berbagai macam kebaikan yang kepada kita sebagai hambaNya. Diantara kebaikan itu adalah berbuka setelah adanya larangan makan dan minum selama bulan suci Romadhan dan kebaikan berupa diperintahkannya mengeluarkan zakat fitrah.
Para ulama telah menjelaskan tentang sunah-sunah Rasulullah yang berkaitan dengan hari raya, diantaranya:

1. Mandi pada hari raya.
Sa’id bin Al Musayyib berkata: “Sunah hari raya ‘idul Fitri ada tiga: berjalan menuju lapangan, makan sebelum keluar dan mandi.”

2. Berhias sebelum berangkat sholat ‘Iedul Fitri.
Disunahkan bagi laki-laki untuk membersihkan diri dan memakai pakaian terbaik yang dimilikinya, memakai minyak wangi dan bersiwak. Sedangkan bagi wanita tidak dianjurkan untuk berhias dengan mengenakan baju yang mewah dan menggunakan minyak wangi.

3. Makan sebelum sholat ‘Idul Fitri.
“Dari Anas RodhiyAllahu’anhu, ia berkata: Nabi sholAllahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar rumah pada hari raya ‘Iedul fitri hingga makan beberapa kurma.” (HR. Bukhari). Menurut Ibnu Muhallab berkata bahwa hikmah makan sebelum sholat adalah agar jangan ada yang mengira bahwa harus tetap puasa hingga sholat ‘Ied.

4. Mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang dari sholat ‘Ied.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, beliau mengambil jalan yang berbeda saat pulang dan perginya (HR. Bukhari), diantara hikmahnya adalah agar orang-orang yang lewat di jalan itu bisa memberikan salam kepada orang-orang yang tinggal disekitar jalan yang dilalui tersebut, dan memperlihatkan syi’ar islam.

5. Bertakbir.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat menunaikan sholat pada hari raya ‘ied, lalu beliau bertakbir sampai tiba tempat pelaksanaan sholat, bahkan sampai sholat akan dilaksanakan. Dalam hadits ini terkandung dalil disyari’atkannya takbir dengan suara lantang selama perjalanan menuju ke tempat pelaksanaan sholat. Tidak disyari’atkan takbir dengan suara keras yang dilakukan bersama-sama. Untuk waktu bertakbir saat Idul Fitri menurut pendapat yang paling kuat adalah setelah meninggalkan rumah pada pagi harinya.

6. Sholat ‘Ied.
Hukum sholat ‘ied adalah fardhu ‘ain, bagi setiap orang, karena Rosulululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengerjakan sholat ‘Ied. Sholat ‘Ied menggugurkan sholat jum’at, jika ‘Ied jatuh pada hari jum’at. Sesuatu yang wajib hanya bisa digugurkan oleh kewajiban yang lain (At Ta’liqat Ar Radhiyah, syaikh Al Albani, 1/380). Nabi menyuruh manusia untuk menghadirinya hingga para wanita yang haidh pun disuruh untuk datang ke tempat sholat, tetapi disyaratkan tidak mendekati tempat sholat. Selain itu Nabi juga menyuruh wanita yang tidak punya jilbab untuk dipinjami jilbab sehingga dia bisa mendatangi tempat sholat tersebut, hal ini menunjukkan bahwa hukum sholat ‘Ied adalah fardhu ‘ain.
Waktu Sholat ‘Ied adalah setelah terbitnya matahari setinggi tombak hingga tergelincirnya matahari (waktu Dhuha). Disunahkan untuk mengakhirkan sholat ‘Iedul Fitri, agar kaum muslimin memperoleh kesempatan untuk menunaikan zakat fitrah.
Disunahkan untuk mengerjakan di tanah lapang di luar pemukiman kaum muslimin, kecuali ada udzur (misalnya hujan, angin kencang) maka boleh dikerjakan di masjid.
Dari Jabir bin Samurah berkata: “Aku sering sholat dua hari raya bersama nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa adzan dan iqamat.” (HR. Muslim) dan tidak disunahkan sholat sunah sebelum dan sesudah sholat ‘ied, hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat hari raya dua raka’at. Tidak ada sholat sebelumnya dan setelahnya (HR. Bukhari: 9890)
Untuk Khutbah sholat ‘ied, maka tidak wajib untuk mendengarkannya, dibolehkan untuk meningggalkan tanah lapang seusai sholat. Khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dibuka dengan takbir, tapi dengan hamdalah, dan juga tanpa diselingi dengan takbir-takbir. Beliau berkutbah di tempat yang agak tinggi dan tidak menggunakan mimbar. Rasulullah berkutbah dua kali, satu untuk pria dan satu untuk wanita, ketika beliau mengira wanita tidak mendengar khutbahnya.

7. Ucapan selamat Hari Raya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang mengucapkan selamat pada hari raya dan beliau menjawab: “Adapun ucapan selamat pada hari raya ‘ied, sebagaimana ucapan sebagian mereka terhadap sebagian lainnya jika bertemu setelah sholat ‘ied yaitu: Taqabbalallahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kalian) atau ahaalAllahu ‘alaika (Mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepadamu) dan semisalnya.” Telah diriwayatkan dari sejumlah sahabat Nabi bahwa mereka biasa melakukan hal tersebut. Imam Ahmad dan lainnya juga membolehkan hal ini. Imam Ahmad berkata, “Saya tidak akan memulai seseorang dengan ucapan selamat ‘ied, Namun jika seseorang itu memulai maka saya akan menjawabnya.” Yang demikian itu karena menjawab salam adalah sesuatu yang wajib dan memberikan ucapan bukan termasuk sunah yang diperintahkan dan juga tidak ada larangannya. Barangsiapa yang melakukannya maka ada contohnya dan bagi yang tidak mengerjakannya juga ada contohnya (Majmu’ al-Fatawaa, 24/253). Ucapan hari raya ini diucapkan hanya pada tanggal 1 Syawal.

Tuesday, September 15, 2009

A Night To Remember --> Lailatul Qodar

Oleh: Lulung umrulain (Founder Ngaji Yuk)

Bismillaahirrohmaanirrohiim ...

Dear Temans,

Tanpa terasa, sampai juga kita di malam ke 24 bulan Ramadhan tahun ini. Alhamdulillah... dan semoga saja akan selalu ada semangat mengejar beribu-ribu kebaikan seperti yang InsyaAllah sedang kita usahakan dalam Ramadhan kali ini, hingga seterusnya.. sampai ketemu lagi dengan Ramadhan tahun depan. Amiiinn...

Ngomong-ngomong tentang malam Lailatul qodar, sebenarnya apa sih tepatnya, yang namanya LAILATUL QODAR itu? kalo secara sederhananya kan, Lail itu Malam, dan Qodar itu Kemuliaan.
Malam Kemuliaan.

udah, itu aja?

oo.. oo... nanti dulu,..

Kalo sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur'an, sudah jelas ya.. definisi singkat tentang malam Lailatul Qodar, adalah malam kemuliaan yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Malam dimana malaikat turun untuk menyelesaikan segala urusan. Lho? kok urusan? urusannya siapa?

Hmm... Yuk mari kita simak baik-baik tafsiran dibawah ini ;-)

:: Tafsiran berdasarkan Ayat ke Ayat --> Al-Qodar : 1 s/d 5.

:: Tafsiran menurut Ayat ke Bahasa, --> Qodar itu memiliki 4 buah arti. Apaan tuh?

1. Qodar = Sempit [Al-Fajr: 16]
2. Qodar = Ukuran / Batasan [Asy-Syuura : 27]
3. Qodar = Keagungan [Az-Zumar : 67]
4. Qodar = Kemuliaan [Al-Qodr : 1-5]

Jadi, kalo kita lihat dari 4 arti diatas, Lailatul Qodar itu artinya malam dimana Allah sedang mengatur semua urusan manusia. Seperti soal Jodoh,.. Rezeki, Maut, soal Bahagia atau Sengsaranya kita,.. dan sebagianya dan sebagainya. Dan ukuran ataupun takarannya setiap manusia itu berbeda-beda, alias gak sama.

:: Tafsir tentang Lailatul Qodar berdasarkan Ayat dengan Sejarah.

Jadi, ketika Nabi sedang bercerita kepada para sahabat, tentang 4 orang sholeh yang beribadah kurang lebih 80 tahun lamanya, tanpa diselingi dengan perbuatan maksiat, S.E.D.I.K.I.T.P.U.N!.
Para sahabat jadi takjub .... sekaligus Minder! Lho kok minder? yah.. gimana gak minder ya? 4 orang sholeh itu bisa-bisanya beribadah, bukan cuma sehari dua hari,.. sejam atau dua jam... tapi ini 80 tahun kurang lebih,... DELAPAN PULUH tahun??? tanpa maksiat pula... Siapa yang bisa??

Kalo sahabat bisa minder, terus gimana dengan kita?... mana bisa ya kita menyamai apalagi menyaingi? kualitas ibadahnya 4 orang sholeh tersebut. Murni beribadah tanpa maksiat secuilpun...
Siapa sih 4 orang sholeh yang dimaksud? o .. oww.. ternyata mereka adalah:

Nabi Ayyub, Nabi Musa, Nabi Zakariya, dan,... seorang laki-laki biasa bernama Yusac bin Nun. Bukan Nabi.. tapi memiliki kesholehan dan kesanggupan beribadah sama dengan para Nabi. Subhaanallah..

Suasana hening sesaat... Nabi melihat raut wajah para sahabat begitu sendu. Pancaran kekaguman yang tadi terlihat begitu menyala, berganti raut penuh malu dan seakan tak berdaya. Sahabat begitu ingin,.. mempunyai kemampuan beribadah tanpa terselip dosa dan maksiat. tapi mana bisa? ...

Akhirnya, Jibril datang menemui Nabi dan berkata:

"Janganlah kau membuat hati sahabat-sahabatmu menjadi sedih,.. tahukah antum? bahwasanya Allah juga telah memberikan kepada ummatmu 1 malam yang nilainya = 1000 bulan. Jadi sebenarnya ummatmu itu lebih unggul dari ke4 orang sholeh tadi."

Coba deh dihitung.. Kalo 4 orang sholeh yang diceritakan Nabi tadi bisa beribadah kurang lebih 80 tahun, Nah ... Ternyata kita sebagai ummat Nabi Muhammad, juga dikaruniakan kesempatan yang sama.

Tapi kapan ya? kalo cuma ada 1 malam, artinya kan gak setiap saat kita dapatkan. Dan belum tentu bisa kita dapatkan karena kita gak tau kapan datangnya. Weitss.. jangan salah.. Adanya ya jelas di bulan ini dong,.. Bulan Ramadhan, bulan yang sekarang ini sedang kita jamu,.. dan sudah merangkul kita selama 24 hari sampai detik ini.

Dan, dear temans.. satu lagi nih..

Lailatul Qodar itu termasuk lho didalam tahapan Takdir yang 6. Yaitu ketika Allah sedang menentukan Qodho dan Qodarnya manusia. Hmm... tentunya temans juga udah tau kan...

Qodho adalah lingkaran takdir yang menguasai manusia yang hanya bisa dirubah dengan do'a.
Sedangkan Qodar adalah catatan tentang tingkah laku manusia, yang berada dibawah pengawasan Sang Maha Melihat. Dimana untuk takdir yang ini, masih bisa kita rubah dengan usaha. Mau jadi orang yang paling berbahagia dunia akhirat? ya usaha dong ahh..

Nah sekarang... apa aja sih tahapan takdir yang 6 itu?

1. 50 ribu tahun sebelum segala sesuatunya di ciptakan, termasuk sebelum terciptanya Langit dan Bumi. Dalilnya: QS Al-Hadiid ayat 22.

"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah."

2. Saat di alam ruh, dalilnya, lihat QS 7 ayat 172

"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"

3. Sejak berada di dalam tulang sulbi bapaknya dalilnya QS 86 ayat 7.

"yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan."

4. Saat 4 bulan di dalam rahim, dalilnya, QS Al-Mu'minun ayat 12 s/d 13.

- 12. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
- 13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).

5. Taqdir tahunan...dalilnya QS Al-Qodr , remember the end of 10 ramadhan lailatul qadr. dan QS Ad-Dukhon ayat 3 dan 4. dan, ..

6. Taqdir harian, dalilnya ada dalam surah Ar- rahman ayat 29, disana di sebutkan bahwasanya Allah setiap saat selalu dalam kesibukan. sibuk ngapain? lihat nih hadits dari Anas bin Malik:

"Sesungguhnya Allah telah menciptakan Lauhil Mahfuzh dari permata putih, yang sisi2nya dari yaqult merah, penanya dari cahaya, tulisannya juga dari cahaya, luasnya (lauhil mahfuzh) seluas langit dan bumi. Allah melihat ke dalamnya dengan 360 x penglihatan, setiap hari Allah melihat, disanalah Allah menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizqi, memuliakan, menghinakan, dan Allah berbuat sekehendakNya."

surah al-Ra'ad ayat 39:

"Allah menghapus apa yang Allah kehendaki dan Ia menetapkan (apa yang Allah Kehendaki), karena Allahlah yang memiliki Kitab Induk (Lauhil Mahfuzh),"

hhmm....coba deh 360 x sehari...kalo di hitung2...hasil akhirnya adalah, 4 menit sekali..!!! Bayangkan!...setiap 4 menit..buku2 kita sedang di lihat olehNya...ga heran kan? kadang ada orang yang asal ngomong, tau2 kejadian...karena apa? bisa aja, saat dia ngomong itu, passs saat takdirnya sedang dibaca....dan,..kehendakNya jugalah, yang menjadikan "omongan" itu terwujud...


Oiya, kenapa sih... Lailatul Qodar itu.. identik dengan 10 malam terakhir Ramadhan? ..

Inilah yang mendasari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.

'Aisyah radhiallahu 'anha; istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengisahkan:

"Dahulu, semasa hidupnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersungguh-sunguh dalam beribadah pada sepuluh hari terakhir dari bulan ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu-waktu lainnya." (Riwayat Muslim)

Pada riwayat lain, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam berpesan kepada umatnya dengan bersabda:

"Carilah lailatul Qadar pada hari-hari ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." (Muttafaqun 'alaih)


Lalu,.. apa ya do'anya supaya kita bisa mendapatkan malam Lailatul Qodar?

Dari 'Aisyah ra :

"Wahai Rasulullah, andai aku mengetahui bahwa aku mendapatkan malam Lailatul Qadar, apa yang seyogyanya aku ucapkan?"

Beliau menjawab,

"Katakanlah: Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul 'afwa fa’fu 'anni

(Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku)." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.


Inilah adalah salah satu doa yang paling bagus. Betapa tidak, doa ini diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada istri beliau tercinta agar diucapkan pada malam yang paling mulia.

Dengan doa ini, kita memohon kepada Allah agar diberikan afiat (terbebas) dari segala hal yang merugikan atau merusak diri kita, baik dalam agama atau dunia.


Nah.. sekarang gimana? ayoo.. tunggu apa lagi? .. yuk kita berlomba-lomba dalam kebaikan. Bersama berusaha dan berharap akan pertemuan dengan Lailatul Qodar .. Amiiiiiinnnnnn..

Thursday, September 10, 2009

ILMU ZAKAT FITRAH

Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslin sebagai santunan kepada orang-orang miskin, tanda berakhirnya bulan Ramadhan sebagai pembersih dari hal-hal yang mengotori puasa.
Kewajiban membayar zakat fitrah bersamaan dengan disyariatkan puasa Ramadhan, yaitu pada tahun kedua Hijriغah.

Kewajiban membayar zakat fitrah dibebankan kepada setiap muslim dan muslimah, baligh atau belum, kaya atau tidak, dengan ketentuan bahwa ia masih hidup pada malam hari raya dan memiliki kelebihan dari kebutuhan pokoknya untuk sehari.

Zakat fitrah ini dibayarkan maksimal sebelum shalat ‘Idul Fitri. Ketentuan zakat fitrah tersebut didasarkan pada hadist Rasulullah SAW :
فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعاً مِنْ تَمَرٍ، أوْصَاعاً مِنْ شَعِيْرٍ، عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأمَرَ بِهَا أنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ الناَّسِ إلى الصَّلَاةِ
Artinya : “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat Fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau gandum atas oaring muslim baik budak dan orang biasa, laki-laki dan wamita, anak-anak dan orang dewasa, beliau memberitahukan membayar zakat Fitrah sebelum berangkat (ke masjid) ‘Idul Fitri” (HR Bukhari dan Muslim)Mustahik ZakatAda 8 golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) baik zakat fitrah atau zakat harta, yaitu sesuai dengan firman Allah SWT :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ
عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya : “ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. At-taubah : 60)

Delapan golongan yang berhak menerima zakat sesuai ayat di atas adalah :
1. Orang Fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang Miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3. Pengurus Zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpilkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Memerdekakan Budak: mancakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. Orang yang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. Orang yang berjuang di jalan Allah (Sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufassirin ada yang berpendapat bahwa fi sabilillah itu mancakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

Ketentuan-Ketentuan Zakat Fitrah
1. Besarnya zakat Fitrah adalah 1 sha’ yaitu 2176 gram atau 2,2 Kg beras atau makanan pokok. Dalam prakteknya jumlah ini digenapkan menjadi 2,5 Kg, karena untuk kehati-hatian. Hal ini dianggap baik oleh para ulama.
2. Menurut madzhab hanafi, diperbolehkan mengeluarkan zakat Fitrah dengan uang seharga ukuran itu, jika dianggap lebih bermanfaat bagi mustahik.
3. Waktu mengeluarkan zakat Fitrah adalah sejak awal bulan puasa Ramadhan hingga sebelum shalat ‘Idul Fitri maka dianggap sedekah sunah.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
فَمَنْ أدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
Artinya : “Barang siapa mengeluarkan (zakat Fitrah) sebelum shalat (‘Idul Fitri), maka zakatnya sah. Barang siapa mengeluarkannya setelah shalat maka dianggap sedekah sunah.” (HR. Ibnu Majah)
4. Zakat Fitrah boleh dikeluarkan langsung kepada mustahik atau dibayarkan melalui amil zakat.
5. Amil atau panitia zakat Fitrah boleh membagikan zakat kepada mustahik setelah shalat ‘Idul Fitri.
6. Jika terjadi perbedaan Hari Raya, maka panitia zakat Fitrah yang berhari raya terlebih dahulu tidak boleh menerima zakat Fitrah setelah mereka mengerjakan shalat ‘Idul Fitri.
7. Panitia Zakat Fitrah hendaknya mendoakan kepada orang yang membayar zakat, agar ibadahnya selama Ramadhan diterima dan mendapat pahala.

Doa yang sering dibaca oleh yang menerima zakat, diantaranya:
آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُوْرًا
Artinya : “Semoga Allah SWT memberikan pahala kepadamu atas apa saja yang telah Allah memberi berkah kepadamu atas semua yang masih ada padamu dan mudah-mudahan Allah menjadikan kesucian bagimu.
”Adapun orang-orang yang tidak boleh menerima zakat ada dua golongan:1. Anak cucu keluarga Rasulullah SAW2. Sanak Famili orang yang berzakat, yaitu bapak, kakek, istri, anak, cucu, dan lain-lain.

KH A. Nuril HudaKetua Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama